Sering bertanya pada diri sendiri, “
Edankah aku?”
atau melihat orang dan pikiranmu langsung merumus pada satu tuduhan
plus makian, “dasar wong edan!”, pernah tidak? Jangan mengaku edan atau
yang lebih edan menghakimi orang lain edan sebelum kamu tahu betul
bahwa kamu memang edan dan orang yang kamu lihat benar-benar edan.
Mengenali diri sendiri ataupun orang lain bisa jadi hal yang edan-edan
susah atau sebaliknya edan-edan gampang. Disini aku (baca: wong keren)
[iyo-iyo aku yo edan pisan, ngunu ae protes] akan berbagi pandangan,
ide dan mungkin sedikit tuduhan tentang ciri-ciri Wong Edan.
Ciri-ciri Wong Edan [tolong dibiasakan] berbeda antara satu orang
dengan lainnya. Tentunya hal ini tidak mengejutkan tapi kalo pingin
terkejut ya silahkan saja (kebiasaan lebay, jenis edan sing nggilani)
karena kita tahu bahwa jaman semakin maju (baca: edan) dan teknologi
juga sudah edan-edanan. Selain itu juga yang mungkin lebih penting
untuk diingat dan diperhitungan adalah perbedaan latar belakang. Latar
belakang disini ada beberapa hal yaitu latar belakang keluarga,
lingkungan dan pendidikan.
Kemajuan jaman dan perkembangan teknologi yang luar biasa edan
berbanding lurus dengan tingkat keedanan masyarakat yang semakin
maksimal edannya. Ruang dan waktu seakan tidak ada batasnya, bisa
ditempus kapan dan dimana saja, membuat sebagian yang tidak bisa
mengikuti ritmenya yang sangat cepat gampang sekali jadi edan (misal:
gaptek, karena malu bukannya belajar malah pilih bunuh diri, edan kan)
dan bahkan yang lebih edan lagi yang bisa mengikuti ritmenya pun
semakin cepat juga edannya (misal: saking gaulnya sing cenderung lebay,
gak mau dibilang ketinggalan, tiap detik kerjanya ng-update status, “g
nyuci nich”, “g korah-korah nich”, “akyu og ambah imyut y” [cuk!
Mentolo tak idoni].
Apakah edan bisa menurun? Aku [ehm...ehm, sekali lagi wong keren] atau
menurutku, keedanan tidak bisa diturunkan. Tidak peduli seberapa edan
orang tuamu kalau kamu tidak ada usaha untuk menjadi edan (baca: keren)
ya nggak bakalan kamu bisa edan. Memang seperti juga lingkungan dan
pendidikan apa yang kita sering lihat dan gauli (gumbuli), keluarga
bisa juga menjadi faktor pendukung keedananmu. Secara edan ada beberapa
ciri-ciri Wong Edan yang mau aku bagikan:
1. Ra tau iso turu (susah tidur, insomnia) atau kakehan turu (kebanyakan tidur,ngebo)
Wong edan selalu punya pikiran-pikiran edan yang membuat otaknya terus
bekerja, sangat keras, yang membuat si empunya otak akan mengalami
kesulitan atau gangguan untuk mengistirahatkan raganya. Contoh nyata,
kalau kamu sedang berkata atau berbuat sesuatu yang menurut orang lain
edan mereka akan memegang dahimu, merasakan panas atau tidak untuk
memastikan kewarasanmu. Seperti juga mesin, otak kalau terus bekerja
aus juga, panas. Akhirnya apa yang dia (wong edan) lakukan?
macam-macam, ada yang nongkrong di kuburan, mlaku-mlaku ra katokan,
teriak-teriak nang prapatan dll.
Sebaliknya wong edan juga bisa jadi gampang sekali tidur. Nggak peduli
di kasur, di lantai, di jalan (golek mati yang begini), di sungai
(sangar iki kalo sampe nggak tenggelam), di rel kereta (yok opo gak
edan kate ditabrak sepur ae sik sempat turu), dia akan mudah terlelap.
Edan yang ini otaknya juga maksimal, maksimal lek nganggurne. Punya
otak nggak dipake buat mikir, tidur yang selalu dipikirkan, apa nggak
edan namanya?
2. Ra tau katokan (nggak suka pake baju) atau kakehan bangkelan (terlalu banyak yang dibawa/pakai)
Ciri yang ini gampang sekali dikenali kalau orang melihat pasti juga
setuju bahwa orang yang nggak pakai baju atau nggak suka pakai baju
pastinya edan. Nggak percaya, coba saja ke pasar nggak pake celana
dijamin kamu bakal diteriaki “Wong Edan!” bahkan mungkin diusir. Satu
lagi yang menurutku juga masuk kategori ini, pakailegging tanpa luaran.
Apa nggak kasian yang liat, itu kan buat daleman? Sampai sekarang aku
nggak habis pikir kalau liat yang seperti ini (merusak pandangan juga
iman, membuat orang sabar sepertiku langsung misuh-misuh nggak karuan).
Edan yang memalukan dan merugikan.
Begitu juga wong edan yang kakehan bangkelan alias kebanyakan yang
dipakai atau dibawa. Biasakan liat wong edan yang barang bawaannya
banyak? Mau ke kampus aja bawa botol, kaleng bekas, plastik-plastik
sampah, kertas-kertas [aku nggak ngomongin pemulung lho ya, ojo edan
awakmu] kompor, panci [mau kemah kali] bahkan parabola, terus bajunya
lapis-lapis, sudah pake kaos dipakein kemeja plus jaket, eh masih
ditambahin jas hujan [nggak bawa tenda ta sekalian?] lha apa nggak
edan? Ciri yang ini adalah jenis edan yang ribet, ngrepoti.
3. Ra tau omong (jarang bicara) atau kakehan omong (kebanyakan omong)
Wong edan punya kecenderungan diam (ngengkleng) diajak ngomong nggak
nyahut, ditanya nggak mau jawab (misal pas ujian skripsi ditanya dosen
penguji bukannya jawab malah diam bahkan kemudian nangis, kan edan wong
nanyanya juga baik-baik yang ditanyain juga masalah skripsi bukan pacar
[edan opo wawo?]), sekali nyahut eh nggak nyambung, pas mau jawab
ngomongnya asal, nggak masuk akal. Mereka punya dunia mereka sendiri
yang kadang terlalu bising, pikiran-pikiran yang tidak bisa dikeluarkan
seperti gema yang terus menerus berulang di kepala mereka. Pernah liat
wong edan yang tadinya diam kemudian berteriak sambil marah-marah?
Tadinya mereka mencoba memahami pikiran mereka sendiri, menjawab
pertanyaan yang tak terjawab tapi ketika nggak ada yang bisa dijawab
mereka pun bereaksi mencoba menghentikan pikiran yang terus berteriak
yang membuat mereka kesal.
Kebanyakan ngomong juga menjadi salah satu ciri wong edan. Merasa tahu
segalanya, merasa punya yang orang lain nggak punya, mengalami apa yang
orang lain tidak alami, padahal belum tentu juga. Mau makan aja
ngomong-ngomong. Nggak papa kalo makannya di warung, pesen dulu atau
minta ke tetangga ya justru harus ngomong tapi nggak perlu kan semua
orang dikasihtahu, ambil HP trus ng-update status “g maem nich,
sadapppp” [sarap iya, mangan krupuk ae bangga].
4. Ra tau mangan (jarang makan) atau kakehan badhokan (kebanyakan makan)
Ciri yang keempat ini menunjukkan keadaan psikis [rodo serius rek] wong
edan. Mungkin karena terlalu banyak pikiran sehingga makan bukan hanya
tak sempat tapi juga enggan dilakukan. Edan karena sudah kodrat kalau
semua manusia butuh bahkan wajib makan. Setiap diajak temannya makan di
kantin menolak katanya sudah kenyang lah, lagi males lah tapi begitu
diajak traktiran langsung tancap gas [Edan apa kere?]
Sebaliknya juga orang yang kebanyakan makan alias kakehan
badhokanmenunjukkan ciri keedanan. Setiap saat, setiap waktu, dimana
dan kapan saja yang dipikir cuma makan. Mau berangkat sekolah atau
kerja makan dulu mah wajar tapi kalau mau ke belakang (baca: wc) trus
makan dulu bahkan sambil makan kan edan? Baru makan nasi goreng plus
nasi pecel, minumnya es teh dan susu ditambah pisang goreng, eh sudah
siap-siap pesen nasi padang [weteng opo juglangan?] yang lebih edan
lagi kadang yang dimakan tidak pandang bulu, kulkas, perabotan rumah
bahkan sandal dan sepatu pun diembat [edan apa maling?]
5. Ra ngaku (nggak mau ngaku) atau ngaku-ngaku
Ciri yang kelihatannya rumit tapi justru mempermudah mengenali
keedanan. Mungkin setelah membaca empat ciri sebelumnya ada yang nggak
merasa dengan bilang atau membatin, “aku nggak kok,” atau “aku lho
biasa,” menurut aku [pisan maneh rek, wong keren] justru menunjukkan
kualitas keedananmu, maksimal edannya. Pendidikan yang tinggi atau
status dan jabatan yang membuat disegani mungkin bisa menjadi modal
utama menjaga wibawa agar tidak terlihat edan, bisa menjadi tameng atas
keedanan tapi coba tanya sekali lagi, jujur pada diri sendiri, yakinkah
kalau kamu waras, nggak edan? Secara jarang ada, kalau nggak mau
dibilang nggak ada, wong edan yang mengaku. Wong edan yang mau dibawa
ke RSJ misalnya pasti teriaknya, “aku nggak edan” atau “aku waras”
bukan sebaliknya teriak “aku nggak waras” atau “aku edan.”
Ngaku-ngaku juga menjadi ciri wong edan. Ngaku punya rumah mewah
padahal tidur aja lebih sering di emperan atau seperti kebalikan ciri
yang sebelumnya yaitu ngaku-ngaku waras. Coba kamu teriak “aku waras”
pasti orang justru akan mempertanyakan kewarasanmu. Waras ya waras aja,
ngapain pake bilang-bilang, bangga lagi? Kalau contoh yang sering aku
liat dari teman-temanku biasanya yang paling sering yaitu ngaku-ngaku
ayu, Iyeem Aiuuuu lah, Ainem Maniesssssxz, Beijoo Kiut Gt lochhhhhh
[lek...lek, nggak ono koco ta?]
Ciri-ciri di atas memang tidak mutlak dan mungkin masih sangat kurang
tapi setidaknya bisa sedikit menjadi gambaran untuk sebuah renungan
yang pada akhirnya mampu menjawab seberapa dekat kamu dengan ciri-ciri
itu? nggak dekat, dekat, sangat dekat atau bahkan semua ada di dirimu.
Nggak perlu malu, kamu bukan orang edan pertama dan satu-satunya,
banyak yang seperti kamu dan siap membantumu menjadi wong edan yang
maksimal. Maksimalkan edanmu dan lihat bagaimana dunia tidak akan bisa
lagi menolakmu! Kamu berhak didengar, kamu berhak diakui, kamu berhak
Edan! SELAMAT KAMU TELAH IKUT-IKUTAN EDAN!